Kamis, 01 Juli 2010

Creating Powerful Radio

Radio: the book

The Radio Station: Broadcast, Satellite and Internet

“Radio Kayu” Magno


Dengan kesibukan yang dimulai tiap hari, ketika kita sedang meyiapkan makanan ataupun sedang menyetrika pakaian kita, sering kita ditemani oleh suara musik dari berita yang disiarkan oleh radio. Bagaimana jadinya bila setiap hari ditengah kesibukan kita, diatas meja atau di ruang keluarga kita terdapat “Radio Kayu” dari Magno? Disainnya mengandung unsur “imut” dan juga bagus. Tampilan luarnya diselimuti oleh material kayu. Dengan perpaduan antara material kayu hitam (ebony) dan juga material kayu “Agachisu” yang lembut, dibuat perlahan dengan tangan.

Radio ini dapat menerima sinyal AM dan FM. Dapat dioperasikan hanya dengan 4 buah baterai A3. Radio ini juga disertai dengan Handle (pegangan) sehingga memudahkan dibawa kemana-mana.

Dengan menggunakan konsep “Dengan sedikit bahan kayu, banyak pekerjaan” sang perancang menggunakan kayu asli Indonesia dan produk tsb di produksi secara local. Dengan demikian dapat mendatangkan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Inilah radio kayu Magno yang dirancang hati-hati oleh Singgih S. Kartono secara manual, dan kesimbangan yang pas.

Sepintas terlihat seperti bentuk kotak biasa, namun panel depan dan belakangnya dibentuk dengan bentuk lengkung sehingga terkesan bentuk organik.

Namun, bagian dalamnya berfungsi sebagaimana radio normal. Radio ini dapat menerima sinyal AM dan FM dan telah dioptimalkan untuk dapat digunakan di Jepang. Dengan chanel FM, dapat menerima saluran TV analog dari chanel 1 sampai 3.

Untuk batang antena saluran FM, dapat di panjangkan dalam 4 bagian. Dengan menggunakan baterai A3 sebanyak 4 buah, radio ini sudah bisa dinikmati. Penggunaan baterai electric charger pun bisa digunakan.

Ada 3 tombol (dial) yang dapat dioperasikan. Tombol untuk tunning terdapat dibagian atas panel depan. Dibagian bawahnya terdapat tombol on-off dan juga tombol pengeras suara. Dengan memikirkan tentang keseimbangan bagian depan radio ini, kedua buah tombol ini dibuat dengan ukuran yang berbeda.

Dibagian belakang terdapat tombol pengatur saluran AM dan FM. Kemudian, dibawahnya terdapat tempat baterai. Untuk membuka dan menutup tempat baterai ini, digunakan lingkaran yang terbuat dari karet dan batang kayu ebony yang dapat diputar dengan tangan. Keterangan tentang produk ini tertulis dibalik cover baterai. Bagian-bagian kecilpun dipikirkan dengan sangat baik.

Radio ini, dan juga disain dari prosuk Magno, menggunakan konsep “simple”. Hal ini dapat terlihat dari tampilan luarnya dan juga material yang digunakannya. Contohnya adalah radio ini tidak memiliki penunjuk saluran frekuensi yang biasa terdapat di radio-radio biasa.

Jika pengguna radio ini mencoba mencari saluran radio kesayangannya, sedikit sulit untuk mendapatkannya. Selanjutnya bila ingin mengganti saluranpun, karena penunjuk frekeunsinya tidak ada, maka pengguna hanya bisa menggunakan perasaannya saja ketika memutar tombol tunning radio ini. Hal ini akan membuat penasaran dari si pengguna. Ini adalah salah satu hasil pikiran dari sang perancang.

Di Amerika, Seattle NPO International Design Resource Institute mengadakan kompetisi disain dengan tajuk “ Design with memory”. Pada kompetisi yang diadakan pada tahun 1997, dari seluruh peserta yang diseleksi dari berbagai negara, yang mendapat penghargaan adalah “Radio Kayu” ini.

6 tahun setelah itu, pada tahun 2003, sang perancang mendirikan perusahaannya sendiri. Rumahnya sendiri dijadikan sebagai tempat bekerja. Dengan mempekerjakan masyarakat sekitar, menggunakan kayu Indonesia, proses pembuatan produk inipun dimulai. Inilah awal mulanya brand Magno. Setelah perlahan-lahan menyiapkan produk ini, akhirnya pada bulan Desember 2006, produk ini dapat dinikmati oleh kalian semua (orang Jepang). Dapat disimpulkan bahwa yang menjadi cikal bakal brand Magno ini adalah ”Radio Kayu” ini.

Kemasan produk ini terdiri dari, 2 buah panel kayu balsa didirikan pada kedua sisinya, kemudian dibungkus dengan kertas kardus dan diikat dengan karet. Ketika produk ini dikirim, tidak ditemukan adanya kerusakan didalamnya, walaupun menggunakan material yang “seadanya” dan tetap cantik dilihat. Atas dasar itulah kemasan ini dirancang. Kerena kemasan ini dirancang dengan sangat hati-hati, maka amat sayang apabila kardus dari produk ini dibuang begitu saja.

Produk “Radio Kayu” ini berbeda dengan produk lain yang terbuat dari plastik. Diperlukan perhatian khusus apabila ingin menggunakannya secara terus menerus. Untuk menghindari permukaan radio dari debu, maka permukaan kayu radio ini dilapis dengan minyak. Biasanya hanya diperlukan kain lembut untuk memberihkannya dan biarkan mengering. Harus dilakukan secara perlahan.

Sesekali, permukaan radio ini perlu diolesi dengan teak oil atau sejenisnya dan dilap dengan kain yang lembut. Jika dirawat dengan baik dan hati-hati, “Radio Kayu” ini bisa lebih bercahaya lama kelamaan.

Untuk mengisi keseharian anda atau sebagai bingkisan kepada orang yang penting buat anda, “Radio Kayu” dari Magno ini dapat membuat keseharian anda menjadi lebih baik.


Wawancara dengan Singgih S.Kartono

Tolong ceritakan penyebab kenapa membuat produk ini

Ketika saya masih menuntut ilmu di ITB, saya mempelajari bidang Disain Produk. Tema untuk skripsi (Tugas akhir) saya adalah “ disain radio reciever dengan menggunakan teknologi handy craft Indonesia”. Setelah lulus, saya menjadi perancang dibidang handy craft dan pada tahun 2003 sampai sekarang sibuk di perusahaan saya sendiri.

Seri produk Magno ini awalnya adalah berupa kumpulan dari pecahan ide-ide disain produk. Salah satu dari ide itu adalah radio kayu tersebut. Setelah itu, setelah berkembangnya seri-seri produk tsb, saya harus memperbaiki konsep saya sekali lagi menjadi “ kerajinan kayu yang berfungsi simple”.

Tema yang saya ambil adalah hubungan antara produk dengan pengguna. Bukan hubungan seperti master and servant. Produk-produk ini merupakan bagian dari hidup kita.

Bisa diceritakan hal-hal yang menjadi perhatian pada tahap akhir disain atau bentuk dari produk tsb.

Buat saya, saya tidak melakukan proses yang mengharapkan konsep detail yang sempurna sejak tahap awal merancang. Menurut saya hal itu akan membuat hilang perasaan dan energi kita sendiri.

Ada kalanya memasuki tahap merancang dengan sedikit informasi tentang apa yang ingin di buat. Menurut saya, merancang itu seperti perjalanan bertualang tanpa membawa peta. Saya menikmati proses itu dengan memikirkan kata perjalanan dibenak saya.

Juga ada kalanya ketika tujuan yang ingin digapai sudah sangat jelas, namun pada kahirnya berbeda dengan harapan semula. Keduanya merupakan proses yang saya yakin ada makna besar yang terkandung didalamnya.

Tidak ada proses disain yang dimulai dari hasil survey pasar atau hasil permintaan pasar. Saya hanya mengambil ilham dari kebiasaan dari kehidupan orang-orang sekitar. Hal yang jauh, hal yang dekat, hal yang terjadi disekitar atau hal yang terjadi di bumi ini. Kemudian, hal apa yang terbaik yang bisa digunakan oleh orang-orang sekitar kita.

Untuk produk yang telah jadi, tidak lebih dari 1 output yang lahir dari sebuh proses. Sebatas mata ini memandang produk inisecara 3 dimensi, selain itu saya ingin mengatakan kepada pengguna sekalian bahwa ada hal yang lebih penting. Yaitu ide dari produk tsn dan juga pesan dan jiwa yang terkandung didalamnya.

Walaupun menjadi perulangan, namun saya berpendapat bahwa produk tsb merupakan sebuah benda berjiwa tersendiri. Kami berperan untuk menyampaikan pesan dan jiwa yang terkandung didalamnya. Namun didalam masyarakat sekarang ini, hal-hal tersebut suka diabaikan oleh pengguna dan menganggap produk tsb hanya sebagai “robot yang habis dipakai dibuang”. Amat sangat disayangkan.

Apakah ada semacam episode tentang material yang digunakan oleh produk tsb?

Material yang digunakan sebagain besar dari kayu. Material kayu memiliki arti ’”kesempurnaan” didalamnya. Segi kekuatan kayu dan juga segi kelemahan kayu keduanya dapat digunakan secara bersamaan. Karena itulah material tersebut bisa disebut material sempurna.

Menurut saya, material yang sempurna itu terletak pada keseimbangan yang dapat diberikannya. Material tersebut mengajarkan kepada kita akan adanya sebuah “batas”. Dizaman modern sekarang, dapat dibilang kita sering melupakan batas-batas tersebut. Kita sendiri tidak tahu dimana kita harus menghentikannya. Hasilnya adalah kondisi yang tidak seimbang yang menjadi lampu merah buat kita semua.

Salah satu jenis kayu hitam yang bernama Sonokering, baru dapat digunakan sebagai material setelah berumur 50 tahun. Kepada para pengguna, bukan karena kayu tersebut eksotis dan berharga mahal, namun karena didalamnya terdapat jarak waktu yang panjang yang dapat dijadikan simbol bagi manusia.

Saya memilih untuk membuat produk kecil dengan ditail yang sempurna setelah saya memikirkan baik-baik tentang jangka waktu yang lama yang dibutuhkan oleh kayu sonokering. Kami ingin mencoba menyelesaikan masalah tersebut dengan semangat yang ada dalam kerja kami. Tingkat kegagalan dalam bidang pertanian di Indonesia ini cukup tinggi. Konsep “Kerajinan kayu kecil yang bermanfaat” berusaha mencoba untuk seefektif mungkin menggunakan sumber daya kayu serta memberikan tenaga kerja bagi masyarakat.

Kita memiliki sumber daya kayu, sehingga kita harus menggunakannya secara bijaksana.

Ada pesan untuk pelanggan AssistOn?

Cobalah “berkomunikasi” dengan produk-produk yang kita beli. Setelah itu, berilah mereka “tempat” didalam kehidungan kita. Khususnya letakan mereka didalam hati kita semua.

Jangan menganggap produk itu seperti “robot yang habis dipakai bisa dibuang”. Yang bisa dibeli adalah bentuk fisik luarnya saja, namun pesan dan jiwa dari kami (perancang) terkandung didalamnya dan cobalah untuk mengerti akan hal tersebut.

Spesifikasi “Radio Kayu” Magno

Ukuran

Panjang 18 cm, Lebar 8,5 cm , Tinggi 10,2 cm

Berat

820 gram (tanpa baterai)

Material

Kayu Hitam Jaya, Agachisu (dilapis minyak)

Supported Products
AM dan FM (Chanel TV 1-3 bisa diterima)


Sumber :
http://www.idegift.com/article/13.html

Sumber Gambar:
http://temanggungcity.wordpress.com/2009/03/31/magno-radio-dari-kandangan-temanggung/

Perbedaan Gelombang FM dan AM



KAMU pasti sering mendengarkan Radio, ayo sebutkan stasiun radio yang kamu sukai. Nah coba amati pesawat radio kamu, biasanya ada sedikitnya dua “setelan gelombang” yaitu AM dan FM (radio kegemaran kamu ada di frekuensi berapa?), atau juga mungkin lebih lagi, ada SW1dan SW2 nya juga. Apakah itu? Apa perbedaan gelombang radio AM dan FM, juga SW?

Bagaimana siaran radio bisa dipancarkan dan didengar di pesawat radio kamu, tentu telah kamu baca di rubrik b0cah juga kan (baca disini ). Sedikit diulas kembali, setelah suara penyiar dan lagu-lagu di studio diubah dari “suara” menjadi “sinyal elektrik”, lalu “menumpang” pada “sinyal gelombang pembawa” (disebut juga di”modulasi”). Kemudian keduanya dipancarkan dan akan berkeliaran di angkasa hingga akhirnya “tertangkap” oleh antena radio kamu. (Gambaran sederhana adalah seperti kamu yang ingin bepergian dengan kendaraan, kamu "menumpang" pada mobil, motor, atau sepeda untuk menuju tujuan kamu)

Nah proses “Modulasi” ini lah yang memiliki berbagai macam jenis , yaitu FM, AM. FM singkatan dari Frequency Modulation, artinya sinyal elektrik dari studio, akan “dibawa” dan disesuaikan frekuensi gelombang pembawa . Sementara AM berarti Amplitudo Modulation, yang artinya sinyal elektrik tadi akan dipancarkan dengan menyesuaikan pada amplitudo gelombang pembawanya. (coba lihat gambar perbedaannya)

Oh ya baik gelombang FM dan AM, setiap stasiun radio memiliki “alamat” frekuensinya masing-masing. Untuk gelombang FM memiliki rentang frekuansi dari 87.5 Mhz hingga 108 Mhz (Mhz = Mega Herzt). Sementara gelombang AM memili rentang 530 kHz – 1600 kHz (kHz = Kilo Hz), gelombang AM ini dikenal juga dengan gelombang Medium Wave atau MW.

Oh ya ingat ya frekeuensi ini adalah frekuensi bagi "kendaraan pembawa" sinyal suara yang akan "berjalan-jalan" ya.

Secara sederhana kamu akan mendengar “desis” lebih jelas pada gelombang FM daripada AM. Juga kualitas suara pada FM begitu jernih dan "stereo".

Gelombang FM lebih terdengar “jernih” , namun memiliki daya jangkau siaran yang tidak sejauh siaran AM. Sementara gelombang AM, walaupun dapat merambat jauh, tapi kualitas suaranya tidak sebagus FM dan kadang dipengaruhi oleh cuaca. Gelombang AM yang memiliki panjang gelombang pendek (disebut juga SW = Short Wave, yang bekerja pada frekuensi diatas AM yaitu 1600 kHz sampai 30000 kHz), gelombang ini dapat menjangkau puluhan ribu kilometer, karena dapat dipantulkan oleh permukaan bumi dan lapisan udara, sehingga kamu bisa mendengarkan siaran dari radio Eropa sana.

Ada yang menarik dari gelombang pendek atau SW ini. Lalulintas komunikasi antar pilot pesawat terbang dengan menara pengawas di bandara juga dilakukan dengan radio gelombang pendek ini. Jadi jika kamu kebetulan gemar mendengar dan mencari-cari gelombang di "jalur" SW, kamu akan mendengar pembicaraan antara pilot dan bandara.
Coba dengarkan lagi siaran radio kesukaan kamu, apakah termasuk FM atau AM?


Sumber :
http://ekoratnoprihantoroindonesia.blogspot.com/2009/06/perbedaan-gelombang-fm-dan-am.html

Pendengar Setia Radio Capai 37%


Di era multimedia saat ini, eksistensi radio seolah terpinggirkan. Media yang punya rekam jejak menakjubkan pada masa awal kemerdekaan, era demokrasi terpimpin, hingga orde baru ini, kini perannya seolah mati suri oleh kehadiran media televisi, internet, hingga telepon selular (mobile media).

Sampai akhir dekade 1980-an masih dapat disaksikan betapa kegandrungan masyarakat Indonesia terhadap siaran radio masih begitu tinggi. Seperti tampak pada acara Kelompencapir di RRI, sandiwara radio Saur Sepuh di radio-radio swasta, pertandingan bulutangkis tingkat internasional di RRI pusat, hingga siaran pertandingan sepakbola Liga Galatama dan Perserikatan yang juga selalu disiarkan secara live oleh stasiun RRI daerah.

Baru pada awal 1990-an ketika stasiun televisi swasta bermunculan menyajikan alternatif tayangan yang lebih menarik, maka gaung siaran radio tak santer lagi terdengar. Maklum dengan kekuatan visualnya, televisi berhasil memberikan sesuatu yang tidak dipunyai oleh radio.

Namun demikian, berkat beberapa inovasi dan strategi kreatif yang dilakukan oleh para pegiat radio, media ini kini mampu eksis kembali menyapa pendengarnya yang masih tersisa. Terutama dengan kecepatan informasi yang dipunyai radio, para pekerja/karyawan di beberapa kota besar yang berkendara pribadi saat menuju kantor masih tetap setia menjadi pendengarnya.

Begitu pula masyarakat di beberapa daerah terpencil atau perbatasan, telah menjadikan siaran radio khususnya RRI sebagai media hiburan dan informasi satu-satunya. Data RRI menyebutkan, 85% warga di Ende, Nusa Tenggara Timur, mendengarkan RRI. Juga di Bangka-Belitung, 90% warganya mendengarkan RRI.

Tapi berapakah sesungguhnya pendengar radio yang masih tersisa? Mampukah ia berkompetisi untuk berebut ceruk pasar (market nieche) yang masih ada? Siapa saja pendengarnya dan di kota mana ia mampu mempertahankan daya tariknya?

Kalau mengacu pada hasil survei MARS Indonesia di 8 kota (Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar, Balikpapan, Palembang) yang termuat dalam “Perilaku Belanja Konsumen Indonesia 2009” maka jumlah pendengar radio secara total masih sekitar 37%. Semarang menjadi kota yang warganya paling suka mendengar siaran radio, disusul kemudian Palembang dan Surabaya. Sebaliknya, kota yang warganya paling banyak meninggalkan siaran radio adalah Balikpapan dan Medan.

Karakteristik pendengar radio yang masih setia tersebut mayoritas berasal dari kelompok usia muda (18-25 tahun) dengan strata sosial ekonomi (SES) kategori B, yaitu yang pengeluaran bulanannya di bawah Rp 2.500.000 hingga Rp 1.250.000.

Sementara stasiun radio yang masih memiliki sihir kepada pendengarnya adalah Gen FM yang berada pada posisi teratas untuk kota Jakarta, dengan jumlah pendengar mencapai 40,8%. Disusul berikutnya Muara FM (11%), I-Radio (9,3%), Kiss FM (7,4%), dan Kayu Manis (6,5%). Sedangkan stasiun radio terfavorit di Bandung adalah Dahlia (25,1%) dan Rama FM (22,6%), Semarang adalah Pop FM (25%) dan Gajah Mada (22,7%), Surabaya adalah M-Radio (34,9%), Makassar adalah Gamasi (44,9%), dan Palembang adalah Elita FM (41,4%).

Acara yang paling banyak menyedot pendengar radio mayoritas adalah musik (82%), lalu berita dan ceramah. Sedangkan informasi lalu lintas hanya menduduki peringkat kelima, masih kalah dengan acara wawancara dengan nara sumber yang berada di peringkat keempat. Tempat yang paling sering dipakai untuk mendengarkan radio adalah rumah sebagai pilihan utama, lalu kendaraan dan kantor/tempat kerja.

Saat kapan mereka sering mendengarkan siaran radio? Ternyata waktu favorit pertama adalah antara jam 06.00-08.00 WIB, disusul kemudian jam 20.00-22.00 WIB dan terakhir antara jam 08.00-10.00 WIB. ***


Sumber :

Dhorifi Dzumar

http://dzumar.wordpress.com/2010/01/14/pendengar-setia-radio-capai-37/

14 Januari 2010

Yeah, the Radio is still alive!!


ceritanya..

berangkat dari postingan aBy disini, saya jadi tertarik untuk posting masalah radio.

ilustrasi disamping tentunya bukan ingin ‘berjadul-jadulan‘ ataupun mengidentikkan radio dengan jaman baheula. bukan. bukan sama sekali. hanya karena alasan artistik sajalah saya mengambil ilustrasi disamping. kesannya keren

demikian pula halnya radio: keren! tentunya kita masih ingat bagaimana para orangtua kita bercerita ‘serunya’ mendengarkan pertandingan badminton All England dengan Rudi Hartono sebagai pahlawan bangsa kala itu. atau juga, bagaimana dag-dig-dug-nya hati para pendengar ketika tim nasional sepakbola kita sedang berlaga di berbagai even internasional-atas kelihaian sang penyiar juga tentunya. bahkan pernah juga, ketika saya menonton pertandingan Persib di televisi di rumah kawan, kami mematikan suara dari televisinya dan menggunakan radio (stasiun RRI pro 2 FM) untuk sumber suaranya. hasilnya: seru, tegang, rame, ditambah ngakak berkali-kali tentunya!

Kemajuan Teknologi

sebenarnya saya sendiri bukan ahli telekomunikasi atau elektronika yang familiar dengan radio. not at all. tapi ketika sampai di Saudi tahun 2007 dulu, ada sebuah situs yang memungkinkan kita untuk melakukan radio online atau radio streaming ke stasiun-stasiun radio di seluruh dunia. namun saat itu, performa situs ini saya dapati kurang baik. akhirnya ditinggalkan deh..

Namun di bulan Mei 2009 (eh, ini mah bulan lalu yah)., secara tidak sengaja., meng-klik status salah satu rekan saya yang sekarang di Korea Selatan: ‘enyak, aye sekarang siaran nih..’ dan membawa saya kepada sebuah situs radio streaming lainnya: www.radioppidunia.com .komen saya saat itu hanya satu kata: keren!! apalagi kenal banget dengan teman saya ini. bisa request pula, mantap kan? sayangnya ‘We Will not Go Down’-Michael Heart gak ada di playlist-nya rekan saya. ya, maybe next time.


PPI-PPMI-Simposium Internasional PPI Dunia 2009

untuk kami-kami para perantau di negeri seberang ini., ada organisasi untuk para penimba ilmu disini. ada yang namanya PPI (Persatuan Pelajar Indonesia), ada PPMI (Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia). kenapa beda-beda? hehe.. tanyakan pada rumput yang bergoyang aja deh..

pada intinya, organisasi persatuan penimba ilmu di luar negeri ini, akan mengadakan sebuah perhelatan akbar pada tanggal 3-5 Juni 2009 ini di Den Haag: Simposium Internasional PPI Dunia. nah, acara inilah yang menginisiasi pembentukan radio ppi dunia ini. mantap punya kan..

salah satu hal yang menarik dari radio ppi dunia adalah para penyiarnya itu sendiri. ada yang masih S1, S2, bahkan S3. dan lebih menarik lagi ketika orang2 yang kita kenal, kita dengar secara langsung suaranya.. hehehe.. kadang2 kepikiran ‘pede juga nih anak..’ atau tiba-tiba senyum2 sendiri ketika mendapatkan ‘garingan’ dari penyiarnya yang memang garing banget..

acaranya juga cukup variatif: ada informasi dan berita tentang dinamika di Indonesia dan dunia, informasi kesehatan, informasi beasiswa, gambaran kuliah di luar negeri, tantangan-hambatan kuliah di luar negeri, bahkan ada juga acara ngobrol politiknya. komplit n spesial pake telor dah!

pada akhirnya, selamat mengunjungi situs tersebut. siapa tahu ada penyiarnya yang juga temanmu? atau ada rencana untuk melanjutkan studi ke luar negeri? silahkan…silahkan..


Sumber :
http://sukem06.wordpress.com/2009/06/15/yeah-the-radio-is-still-alive/
15 Juni 2009

dan saya harus mengatakan kembali: Yeah, the radio is still alive!