Kamis, 01 Juli 2010

Pendengar Setia Radio Capai 37%


Di era multimedia saat ini, eksistensi radio seolah terpinggirkan. Media yang punya rekam jejak menakjubkan pada masa awal kemerdekaan, era demokrasi terpimpin, hingga orde baru ini, kini perannya seolah mati suri oleh kehadiran media televisi, internet, hingga telepon selular (mobile media).

Sampai akhir dekade 1980-an masih dapat disaksikan betapa kegandrungan masyarakat Indonesia terhadap siaran radio masih begitu tinggi. Seperti tampak pada acara Kelompencapir di RRI, sandiwara radio Saur Sepuh di radio-radio swasta, pertandingan bulutangkis tingkat internasional di RRI pusat, hingga siaran pertandingan sepakbola Liga Galatama dan Perserikatan yang juga selalu disiarkan secara live oleh stasiun RRI daerah.

Baru pada awal 1990-an ketika stasiun televisi swasta bermunculan menyajikan alternatif tayangan yang lebih menarik, maka gaung siaran radio tak santer lagi terdengar. Maklum dengan kekuatan visualnya, televisi berhasil memberikan sesuatu yang tidak dipunyai oleh radio.

Namun demikian, berkat beberapa inovasi dan strategi kreatif yang dilakukan oleh para pegiat radio, media ini kini mampu eksis kembali menyapa pendengarnya yang masih tersisa. Terutama dengan kecepatan informasi yang dipunyai radio, para pekerja/karyawan di beberapa kota besar yang berkendara pribadi saat menuju kantor masih tetap setia menjadi pendengarnya.

Begitu pula masyarakat di beberapa daerah terpencil atau perbatasan, telah menjadikan siaran radio khususnya RRI sebagai media hiburan dan informasi satu-satunya. Data RRI menyebutkan, 85% warga di Ende, Nusa Tenggara Timur, mendengarkan RRI. Juga di Bangka-Belitung, 90% warganya mendengarkan RRI.

Tapi berapakah sesungguhnya pendengar radio yang masih tersisa? Mampukah ia berkompetisi untuk berebut ceruk pasar (market nieche) yang masih ada? Siapa saja pendengarnya dan di kota mana ia mampu mempertahankan daya tariknya?

Kalau mengacu pada hasil survei MARS Indonesia di 8 kota (Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar, Balikpapan, Palembang) yang termuat dalam “Perilaku Belanja Konsumen Indonesia 2009” maka jumlah pendengar radio secara total masih sekitar 37%. Semarang menjadi kota yang warganya paling suka mendengar siaran radio, disusul kemudian Palembang dan Surabaya. Sebaliknya, kota yang warganya paling banyak meninggalkan siaran radio adalah Balikpapan dan Medan.

Karakteristik pendengar radio yang masih setia tersebut mayoritas berasal dari kelompok usia muda (18-25 tahun) dengan strata sosial ekonomi (SES) kategori B, yaitu yang pengeluaran bulanannya di bawah Rp 2.500.000 hingga Rp 1.250.000.

Sementara stasiun radio yang masih memiliki sihir kepada pendengarnya adalah Gen FM yang berada pada posisi teratas untuk kota Jakarta, dengan jumlah pendengar mencapai 40,8%. Disusul berikutnya Muara FM (11%), I-Radio (9,3%), Kiss FM (7,4%), dan Kayu Manis (6,5%). Sedangkan stasiun radio terfavorit di Bandung adalah Dahlia (25,1%) dan Rama FM (22,6%), Semarang adalah Pop FM (25%) dan Gajah Mada (22,7%), Surabaya adalah M-Radio (34,9%), Makassar adalah Gamasi (44,9%), dan Palembang adalah Elita FM (41,4%).

Acara yang paling banyak menyedot pendengar radio mayoritas adalah musik (82%), lalu berita dan ceramah. Sedangkan informasi lalu lintas hanya menduduki peringkat kelima, masih kalah dengan acara wawancara dengan nara sumber yang berada di peringkat keempat. Tempat yang paling sering dipakai untuk mendengarkan radio adalah rumah sebagai pilihan utama, lalu kendaraan dan kantor/tempat kerja.

Saat kapan mereka sering mendengarkan siaran radio? Ternyata waktu favorit pertama adalah antara jam 06.00-08.00 WIB, disusul kemudian jam 20.00-22.00 WIB dan terakhir antara jam 08.00-10.00 WIB. ***


Sumber :

Dhorifi Dzumar

http://dzumar.wordpress.com/2010/01/14/pendengar-setia-radio-capai-37/

14 Januari 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar